Sabtu, 26 Juni 2010

Kahfi

"Aku tahu tidak semua teman-temanmu itu pasti tulus. Barangkali memang di antara mereka ada yang sangat tulus. Selebihnya justru seperti anjing. Tidak diberi makan sang tuan, lantas menggonggong keras-keras. Baru nanti dilempar tulang, mereka diam diri, menjilat-jilat. Lalu aku? Bagaimana pandanganmu tentang aku?"

Dia diam. Terlalu takut barangkali mengutarakan pendapatnya sendiri tentang aku.

"Hei, katakan. Apa sajalah, pokoknya tentang aku!"

Dia masih diam. Semakin takut barangkali.

"Apa saja, Kahfi? Sebelum kau benar-benar pergi dari sini dan meninggalkan tempat ini? Apa saja?"

Suara-suara tidak berani keluar dari tenggorokannya, masih sama, stagnan.

"Aku tahu, barangkali ada detik-detik di mana aku berteriak lebih keras daripada anjing hutan yang jatah makannya direbut gerombolan dubuk-dubuk hutan. Aku tahu, mungkin aumanku jauh lebih menggelegar daripada auman singa yang baru saja naik tahta menjadi raja hutan. Tetapi tahukah kamu, bila aumanku bukan untuk menyuarakan siapa diriku seperti sang raja rimba, gonggonganku bukan untuk menyalak kepada para pencuri-pencuri jatah makan yang beraninya main gerombol. Bukan."

Masih diam. Tidak terdengar suara.

"Kau harus berangan-angan terus, Kahfi. Barangkali besok kau memang masih di sini, atau masih bisa kembali ke sini, tetapi barangkali mimpimu sudah mati sejak kemarin?"

Hanya terdengar suara kresek-kresek dari seberang. Belum ada kata-kata keluar.

"Kamu boleh berhenti melangkahkan kakimu di sini, tetapi pacu larimu menuju gerbang utopiamu sendiri, wahai calon maestro handal si kulit bundar."

Belum ada jawaban.

TREK

Telepon terputus.


-Jakarta, 26 Juni 2010

Tidak ada komentar: