Sabtu, 03 September 2011

Kepada Seseorang di Balik Cermin

Kata pembuka selalu saja menjadi bagian paling sulit untuk memulai sebuah tulisan. Setidaknya bagiku demikian rasanya. Terjadi begitu saja, ketika lagu Man in The Mirror keluar dari televisi kamarku, kemudian menabrak tembok wastafel yang berada tepat di depan kamarku, lalu jatuh menimpa kepalaku yang masih menghabiskan pagi di depan wastafel itu. Belum sempat kumuntahkan air kumuran di mulutku, tiba-tiba saja aku terkejut. Dia membuka mulutnya. Aku bergidik. Mulutnya terbuka tetapi tidak bersuara. Suaranya tidak cukup kuat untuk menyeberang dari alam cermin ke alam non-cermin, dari alam maya ke alam nyata.

Dia menunjukkan ekspresi kecewa. Sepertinya dia tahu bahwa aku tidak bisa mendengar suaranya. Dia meraih buku notes yang ada di sekitarnya. Merobek beberapa halaman kertas kosongnya, kemudian meraih pena. Demikian pula aku. Ditunjukkannya kepadaku apa yang dia tuliskan.

Kadang tulisan bisa lebih terdengar daripada suara
Meski kenyataannya tidak selalu demikian
Betul 'kan?
Aku berteriak pun suaraku tidak cukup kuat sampai kepadamu
Karena itu aku memilih untuk menuliskannya kepadamu
Dari balik cermin

Satu kali dalam hidupku
Aku ingin membuat perubahan
Membuat kehidupan berjalan dengan benar
Setujukah kamu?


Aku balas menulis untuknya. Aku masih belum menangkap apa maunya dan apa maksudnya dengan 'perubahan' yang ia tuliskan itu. Aku melihat dia menulis lagi. Lalu ditunjukkannya lagi kepadaku. Dari alam cermin tembus ke alam non-cermin.

Belakangan ini
Aku merasa sudah menjadi korban sebuah keegoisan
Ini saatnya aku menyadari
Ada beberapa orang tanpa rumah

Aku juga melihat anak-anak di jalan
Dengan perut kembung buncit
Karena terlalu banyak ruang kosong
Tanpa cukup apapun untuk dimakan
Aku merasa buta
Berpura-pura tidak tahu apa kebutuhan mereka


Dia menurunkan kertas penuh tulisan itu. Sekali lagi dia menulis.

Kau terkejut hari ini aku seolah berbincang-bincang denganmu?

Aku mengangguk mengiyakan.

Karena aku ingin memulai dengan pria di cermin
Aku memintanya untuk mengubah caranya
Cara pandangnya
Cara pikirnya
Jika kita ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik
Lihatlah diri sendiri
Dan kemudian buatlah perubahan itu


Kemudian dia mematikan kran wastafel yang sedari tadi mengucur keluar. Kami memuntahkan air kumuran yang dari tadi lupa kami muntahkan. Dia mengelap mulut basahnya dengan handuk, aku mematikan lampu. Bersamaan dengan itu, tubuhku mulai memudar, bersatu dengan gelap. Mataku masih memandang punggungnya yang berjalan menjauhi wastafel menuju kamarnya. Terakhir, dia menutup pintu kamarnya.