Sabtu, 26 Oktober 2013

The Motivator

Pernahkah kamu seusai menyaksikan sebuah film lantas kamu terbawa suasana? Semisal kamu baru saja menyaksikan film bertema balap mobil seperti Fast and Furious lantas kamu merasa ada debaran ingin mengebut? Atau kamu baru saja menonton film horor lantas kamu terbayang jika kamu dihantui saat kamu sedang sendirian? Aku pernah.

Atmosfer semacam itulah yang para motivator upayakan untuk tercipta melalui sesi-sesi yang diadakannya, melalui In House Training ataupun Job Coaching. Tetapi bukan lantas para motivator itu yang membentuk dirimu menjadi manusia penuh motivasi. Ingat, bahwa peranan motivator, buku-buku motivasi, film-film dan lagu inspirasional hanya sebatas menciptakan atmosfer dan suasana hatimu untuk terpacu, bukan menjadikan dirimu terpacu. Sama seperti usai menyaksikan adegan balap liar dalam Fast and Furious, debaran itu akan ada dalam dirimu.

Berbeda dengan peralatan elektronik yang tombol ON dan OFF-nya bisa ditekan oleh siapapun, seberapa hebat dan selegendaris apapun sang motivator, kamu yang memegang detonator, pemicu tombol ON dan OFF di dalam dirimu.

Minggu, 13 Oktober 2013

Judul

Aku ingat seorang penyair buta yang menuliskan monolognya dalam Braille. Ia menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap kita adalah manusia, terlepas dari segala jenis ras, suku, jenis kelamin, dan apapun itu, kita adalah manusia. Penyair itu mengatakan kesabaran adalah kekuatan setiap manusia. Aku berharap kesabaran bisa berbuah meski terkadang buah kesabaran bisa menjadikan kita sebagai pihak yang mengambil keuntungan dari petaka orang lain. Telepon berdering.

...

Pemutar musik aktif.

This is a battle we've won
And with this vow,
Forever has now begun...

*N'Sync - This I Promise You


Mereka hanya berjarak meja makan rumahan. Di tengahnya sebilah pisau roti yang kemudian diambilnya. Dioleskannya mentega ke sepotong roti yang sudah ia siapkan sebagai kudapan untuk sarapan. Masih diam. Lagu masih diputar.

"Aku mengganggu?" Ia memberanikan diri memecah diam.
"Tidak."
"Sama sekali?"
"Sama sekali."
"Kedengarannya seperti berbasa-basi."
"Apa maksudmu?" Lelaki itu menatapnya.
"Ya, aku tidak mengganggumu itu seperti basa-basi. Sama seperti ketulusanku, basa-basi."
"Aku semakin tidak mengerti? Kamu tidak tulus mencintai aku?" Suaranya meninggi.
"Dulu iya, sekarang aku pamrih."
"Apa maksudmu?"
"Aku pamrih. Aku mau mengajukan tuntutan."
"Katakan."
"Aku tidak mau hadir dalam sebuah ketiadaan. Aku ingin menjadi realita, bukan maya."
...
"Aku tidak mau hidup di dalam pikiranmu saja. Aku mau hadir dalam kehidupanmu."
"Kamu gila!"
"Aku memang gila. Dan kamu terlalu terlambat menyadarinya."
"Aku dan kamu? Tidak mungkin!"
"Kenapa?"
"Kamu sudah hidup dengan istrimu, dan aku? Aku sudah hidup lama bersama istriku."
"Kamu bahagia menjadi orang normal yang bukan dirimu?"
...
"Kamu bahagia?"
"Aku hanya ingin terlepas dari kutukan ini."
"Aku juga."

Tangan yang seorang mulai mencengkeram kuat pisau roti. Digesekkannya berulang kali ke permukaan meja.

...

Aku tiba di lokasi dimana aku diminta datang oleh orang yang menghubungiku tadi. Polisi berbaris di depan rumah itu. Aku meminta izin untuk masuk. Dua sosok lelaki yang menjadi mayat diduga mereka bunuh diri dengan pisau roti.

Aku bergumam, mengulum pena. Memikirkan apa judul yang menjual untuk kisah ini. Inilah buah kesabaranku. Seperti yang kukatakan tadi, terkadang buah kesabaran menjadikanku sebagai pihak yang bahagia sekalipun tragedi terjadi.

Cilincing, 2011

Minggu, 28 Juli 2013

Tetap Tersenyum Bapak Handri

Balongan - Jakarta, kurang lebih jarak tempuh empat sampai lima jam. Terlebih dengan perbaikan jalan yang belum selesai.

Tetapi yang membuatku takjub adalah bahwa seorang staf Purchasing ini senantiasa tersenyum setiap aku menemuinya ketika ia menginap di salah satu hotel bilangan Jakarta bersama keluarganya, atau ketika aku bertandang ke kantornya di Balongan.

Tidak ada sedikitpun terlihat beban pikiran, atau raut tertekan dari wajahnya. Ia senantiasa menyambutku dengan senyuman.

Malam itu pukul tiga dini hari, aku mengantarkan berkas-berkas yang perlu ia kaji ke Rumah Sakit di bilangan Jakarta Selatan. Hal ini bukan satu dua kali, tetapi sudah berlangsung beberapa kali. Adik kandungnya baru saja mengalami kritis akibat leukemia. Tetapi aku selalu kagum dengan kemampuannya untuk menjalankan tugas-tugasnya yang menumpuk. Meski aku tahu beban-beban yang mendesak ke seisi otaknya sudah nyaris meledak keluar. Memuntahkan semua berkas Purchase Request dan dokumen untuk pengajuan approval oleh pimpinannya.

Dia, selalu tersenyum. Bahkan hingga saat di mana ia menghubungiku untuk menemuinya untuk ia menyerahkan Purchase Order secara langsung kepadaku, tanpa melalui e-mail, tepat di hari kepergian adik kandungnya kepada Yang Kuasa.

Terima kasih telah mengajarkan saya untuk mampu berjuang atas semua beban pikiran yang sesungguhnya dapat membunuh itu, Pak Handri (Pertamina RU VI, Balongan).

Rumah Sakit Pertamina, Jakarta, 2013

Senin, 22 Juli 2013

Kesadaran

Kemudian aku melihatmu bercermin, berdiri di depan potongan kaca yang didesain berdiri. Kamu mulai tersenyum menatap dirimu sendiri.

Pause

Waktu terhenti. Kemudian jiwaku seolah terhisap. Ditarik kuat meninggalkan tubuhku. Kini aku mendapati satu kesadaran yang berbeda. Kesadaranmu. Aku merasakan ketakutan-ketakutan dalam dirimu, juga semua kekhawatiranmu. Semua beban-bebanmu.

Semua yang selama ini mungkin tersembunyi di dalam pikiranmu, terasa ditayangkan di hadapanku. Dipantulkan bergantian di depan cermin yang sedang kau atau kutatap ini. Aku yang terperangkap dalam tubuhmu tidak bisa berbuat apapun kecuali menyaksikan semua beban dan rasa takut yang ditampilkan di cermin yang sepertinya sengaja tegak menantang ini.

Pause

Alarm berbunyi. Aku terbangun. Ternyata mimpi. Aku gemetar. Keringat mengucur. Seperti merasakan tayangan terhoror yang pernah ada. Mencoba mengingat semua rasa takut, beban hati dan pikiran, juga kekhawatiran yang mungkin saja bisa membuatku gila jika aku menjadi dirimu.

Bahwa terkadang perkataan mudah saja diucapkan dan janji mudah saja dibuat. Tetapi kesadaran yang baru saja kualami menghadapkanku pada suatu tujuan yang pasti. Realitas di ambang batas yang selama ini tertidur. Kini terbangun justru di alam mimpi. Terima kasih telah berbagi kesadaran denganku. Mengizinkanku masuk dan menyaksikan semua tayangan yang merupakan cerminan perasaan, ketakutan, dan beban-beban di dalam hatimu. Karena dengan demikianlah aku, kini mencapai kesadaranku yang utuh. Hasta manana, always be mine.

Jakarta, 22 Juli 2013

Minggu, 21 Juli 2013

WhatsApp Messenger

Tol Cawang, Pk. 18.45 WIB
Hujan turun. Seluruh ruas jalan penuh. Seluruh kendaraan berlomba masuk ke ruas bahu jalan setiap melewati satu gerbang tol dan kembali keluar dari ruas bahu jalan setiap tiba pada gerbang tol berikutnya, baru kemudian masuk lagi setelah lewat beberapa meter. Trik jitu untuk menghindari tindak tilang dari aparat yang menjaga pintu tol.

Aku menatap layar ponsel. Menunggu nada Action dengan volume delapan yang kustel untuk notifikasi untuk setiap pesan WhatsApp Messenger.

Tidak ada pesan. Hening. Tanpa bunyi.

Masih belum bergerak, Sementara para penghuni group di Blackberry Messenger mulai ramai karena aku belum juga kunjung tiba menuju lokasi reuni. Jendela mobil dibuka. Aku menyalakan sebatang rokok. Mengepul keluar, hilang dihantam hujan.

Sementara jari-jari mulai menyusun kata-kata untuk kukirimkan kepadamu yang berada di balik layar ponsel ini.

Kamu, yang di balik layar ponsel. Barangkali menatap hal yang sama dengan yang kutatap sekarang. Ikon berupa balon percakapan berwarna hijau dengan gambar telepon berwarna putih di tengahnya. Sama, tanpa bunyi.

Akhirnya bunyi itu keluar dari ponselmu. Sekadar pertanyaan alakadarnya yang kulancarkan,”Bagaimana kabar dan pekerjaan yang bernuansa baru? Cukup menyenangkan?”

Dan tidak sampai satu menit, nada yang kutunggu-tunggu, nada Action dengan tingkat volume delapan itu berbunyi satu kali, dua kali. Bunyi pertama menjelaskan bahwa kamu merasa sedikit pusing, tetapi semuanya harus tetap dijalani karena sudah menjadi pekerjaanmu. Bunyi kedua hanya berisi thks singkatan dari thanks ala-mu.

Setelah itu baik aku atau kamu yang berada di balik layar ponselku, berdiam. Menunggu nada berikutnya. Aku yang takut karena merasa sepertinya kamu tidak terlalu menyukai pesanku, sehingga hanya membalas dingin dan singkat, menunggu perkataan selanjutnya darimu. Sementara kamu yang merasa aku tidak peduli lagi padamu, sehingga hanya mengirimkan basa-basi singkat tanpa ingin tahu lebih dalam lagi, menunggu respon dariku.

Menunggu.

Tidak ada pesan lagi. Hening. Tanpa bunyi.

Keduanya saling menunggu.

Rabu, 26 Desember 2012

Hiduplah Seperti Air yang Mengalir

"Yang perlu kamu lakukan saat ini hanya menentukan visi dan misi hidup. Karena hidup juga memiliki visi dan misinya sendiri. Find the purpose by taking your passion. Fokus pada tujuan akhir."

"Bukankah itu bertentangan sekali dengan falsafah kuno yang mengatakan : 'hiduplah seperti air yang mengalir'?"

"Falsafah itu terlalu sering disalah artikan orang. Sesungguhnya, yang dimaksud dengan 'hiduplah seperti air mengalir' bukanlah sekedar hidup dengan mengikuti arus, melainkan : 'jangan pernah kamu biarkan apa yang ada di depanmu menghentikan langkahmu, lihatlah bagaimana air selalu mencari jalan jika di depannya ada bebatuan atau halangan lainnya', bukankah air selalu fokus pada tujuan akhirnya : LAUT."

Padalarang, 26 Desember 2012

Rabu, 12 Desember 2012

Plot

Dengan kecepatan delapan puluh kilometer per jam, seorang lelaki membonceng istri dan anaknya yang remaja. Sedari mengantar anak dan istrinya dari pasar, kemudian melintasi jalan-jalan menuju rumah. Matanya lengah. Lubang akibat jalan yang tidak rata luput dari penglihatannya.

GUBRAK!

Sang lelaki terlempar dua kaki. Ke arah yang sama, menyusul sang anak terhimpit sepeda motor yang jatuh kemudian sedikit terseret. Sementara sang istri terpental ke arah yang berbeda. Lelaki itu mencoba bangkit, membantu anaknya yang masih terjebak posisi sepeda motornya. Akhirnya sang anak berhasil berdiri. Belum sempat sang lelaki menuju posisi jatuhnya sang istri, sebuah truk besar yang tidak sempat menghentikan lajunya terlanjur melindas tubuh sang istri. Tubuhnya terbelah dua. Sang lelaki diam. Tidak mampu bergerak. Termasuk sekadar meneteskan air mata.

***

Seorang remaja, bersiul-siul menyusuri jalan dengan sepeda motor yang dikemudikan sang ayah. Tiba-tiba sepeda motor seolah memberontak. Ia terjatuh sambil sedikit terseret. Posisinya tidak menguntungkan. Sebelah kakinya tertimpa bagian body sepeda motor. Ia menjerit kesakitan. Kemudian sang ayah mencoba menolongnya. Ia berdiri, mencari ibu. Tetapi suara mengerikan yang menarik pandangan matanya ke arah lain membuatnya terdiam. Meneteskan air mata tanpa suara. Tubuh sang ibu tergeletak di tanah. Terlindas habis oleh sebuah truk yang tak sempat berhenti.

***

Para remaja lelaki berkumpul di sebuah gubuk pinggiran jalan raya. Dua di antara mereka bermain catur, sisanya ada yang memetik gitar, lainnya bernyanyi. Permainan catur dan gitar mereka berhenti ketika terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Mereka berlari menuju asal suara. Didapatinya seorang lelaki sedang memeluk anaknya sambil menangis. Sementara sesosok perempuan yang tengah menjadi mayat tergeletak di jalanan. Dan satu lagi, sebuah truk yang berhenti tak jauh dari posisi mayat, dengan seorang sopir dan kenek yang masih ada di dalamnya. Para remaja lelaki berhamburan menuju lokasi truk. Siap menerkam. Siap menghancurkan.

***

Sebuah perusahaan menugaskan dua orang kurirnya mengantarkan pesanan pelanggan. Melintas dari jalan raya, menuju jalan bebas hambatan, kemudian kembali melewati jalan penuh hambatan. Satu kiriman untuk hari itu. Tiba-tiba motor di depan mereka terjatuh. Kemudian satu dari penumpangnya terpental menuju truk yang sedang mereka kendarai. Panik menyebar, rem tak terinjak. Bunyi berikutnya memastikan bahwa tubuh perempuan yang terpental barusan tak lagi bernyawa. Di hadapan mereka, dari balik kaca depan, sepasang ayah dan anak saling berpelukan. Mereka ketakutan. Tak mampu melanjutkan perjalanan. Tak mampu juga untuk turun. Ketakutan bertambah ketika sekumpulan warga setempat datang berhamburan. Menuju mereka.