Minggu, 09 Oktober 2011

Radu

Mataku mencari-cari sosok Radu di tengah kerumunan orang yang berlalu lalang lalu pergi di pasar bunga bilangan Jakarta Barat, tempatku berada sekarang. Aku tidak menemukan Radu. Tidak di kantin kecil tempat biasa dia menyesap kopi, tidak juga di toko bunga sederhana yang ia kelola bersama putranya yang sulung. Aku hanya menemukan sesosok pria kekar berkumis tebal sedang duduk di kursi rotan sambil merokok, tepat di depan pintu masuk toko milik Radu.

"Maaf, Pak. Apa anda melihat Radu?" Aku memberanikan diri bertanya kepadanya.

"Ah, seperti biasa, ia sedang di kebun belakang di rumahnya."

Setelah sampai di rumah Radu yang tidak jauh dari sana, aku mengucap permisi kepada mereka yang tinggal di dalam rumah itu, keluarga Radu. Kemudian aku mendapati Radu sedang memetik beberapa tangkai bunga matahari dari kebun belakang rumahnya. Ia melihat kedatanganku.

"Aku sedang menyiapkan pesananmu." Sapanya kepadaku.

"Bunga-bunga itu yang kupesan kemarin?"

"Ya, masih segar dan baru saja kupetik. Kupilih yang terbaik."

"Terima kasih, Radu. Kau penjual bunga terbaik yang pernah kutemui."

"Omong-omong mengapa kau memilih bunga ini?"

"Radu, bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa selama ini kau berfilosofi tentang macam-macam bunga, kemudian kau menjual kisah itu kepada mereka yang sedang dimabuk asmara dengan harapan mereka tertarik membeli bungamu? Aku tertarik pada kisahmu tentang bunga yang kaupegang itu."

Radu tertawa. Ia menyipitkan matanya, menatapku tajam,"Kau sungguh-sungguh?"

"Aku sungguh-sungguh. Seperti kelopaknya yang selalu mengikuti kemanapun cahaya matahari pergi, demikianlah bunga matahari, artinya 'selalu memperhatikanmu'. Dan aku sudah menemukan seorang matahari untukku, Radu. Seorang yang membuatku ingin terus memperhatikannya. Seperti bunga matahari yang selalu mengikuti cahaya matahari pergi itu." Jawabku kepadanya.

Radu tertawa, lantas berujar,"Kau jatuh cinta?"

Aku tidak menanggapinya.

Ia menimpali,"Omong-omong apa kau tahu persamaan antara jatuh cinta dan menulis?"

Aku semakin heran dengan perkataannya.

"Dengar, jatuh cinta dan menulis itu adalah dua hal yang memiliki persamaan di awalnya. Seperti sulitnya menemukan kata pembuka untuk memulai sebuah tulisan, saat jatuh cinta pun kau akan mendapatkan kesulitan dalam menemukan kata-kata yang tepat untuk mengawalinya, untuk mengutarakannya. Setelah selesai dengan awalnya, kau cukup melanjutkannya sesuai perasaanmu." Radu tertawa kemudian mengajakku kembali ke tokonya.

Ia merangkaikan untukku sembilan tangkai bunga matahari sambil berkata,"Ikutilah kemanapun cahaya matahari itu pergi."

Juni, 2011