Jumat, 22 Oktober 2010

Karena Itu Ada Joki, Supaya Kuda Memaksimalkan Kaki

Dear all,

Kadang kita sering kali tidak mengerti cambukan apa yang kita alami, tetapi percayalah selalu ada rencana di balik semua itu.

Dalam dunia pekerjaan dan organisasi, kadang keputusan dan tindakan atasan atau leader kita sering kali membuat kecewa, tetapi ketahuilah, semua itu hanya agar kita mengeluarkan kemampuan terbaik kita.

Demikian halnya dengan Tuhan yang memberikan ujian kepada kita, sesungguhNya Ia ingin melihat kemampuan kita mengatasi persoalan tersebut tanpa keluar dari jalanNya.

Seperti kuda yang dicambuk seorang jokinya, ia tidak membenci dan melemparkan sang joki dari punggungnya, tetapi justru mengerti maksud dari cambukan itu, artinya : "Inilah waktunya kau mengeluarkan kemampuanmu, Kawan! Kejar garis finishnya!"

Selasa, 19 Oktober 2010

Perjalanan Terakhir

"Pergi sana!" Suara nenek tua menolak untuk berbagi tempat dengan Warti. Warti gagal mendapatkan tempat tinggal baru. Wajahnya semakin pucat. Tiba-tiba dia sudah tidak lagi bernafsu untuk menghisap rokok seperti yang biasa dilakukannya setiap ia bimbang. Dalam pikirannya kini hanya satu tujuan, mencari tempat singgah untuk kurun waktu lama.

Dilihatnya kebun kosong di samping rumah salah satu penduduk kampung, ia memilih untuk bermalam di sana. Ia bersandar pada batang pohon mangga yang ditanam oleh sang pemilik rumah. Ia mulai menangisi nasibnya. Dan sejak itulah penduduk kampung menyebut pohon itu sebagai tempat tinggal kuntilanak.

Senin, 18 Oktober 2010

Khayalan

Ruangan kerja itu sebenarnya terlalu besar kalau hanya diisi oleh diriku seorang. Tapi memang demikian fasilitas yang tersedia. Kemudian mobil BMW keluaran terbaru dengan teknologi otomotif paling mutakhir. Apalagi yang kurang dalam hidupku?

Aku melamun sebentar, 'Langitnya mendung' pikirku. Ah, lebih baik aku pulang sekarang saja. Di rumah para juru masak yang kuupah pasti sudah menyiapkan santap malam favoritku. Aku melangkah menuju elevator. Lantai dasar. Pintu lift terbuka, aku masuk. Terakhir, aku keluar dari gedung perusahaan nomor satu itu.

Lagi-lagi aku berhenti, berpikir sejenak. Ah, terlalu mengada-ada. Kuremas kertas bertuliskan khayalanku tadi, kubuang ke tempat sampah. Dan aku menggelar kardus untuk alas tidurku nanti di pinggiran jalan yang ramai lalu lalang kendaraan sambil menahan lapar, karena sudah dua hari ini upayaku mengais derma tak kunjung membawa hasil. Pensil yang kutemukan di tempat sampah pun sudah mulai memendek. Barangkali cuma ini cerita yang bisa kukhayalkan. Apa benar cuma orang sekolahan yang boleh bermimpi? Sementara orang-orang sepertiku cuma boleh berkhayal?

'Langitnya mendung' pikirku.

Senin, 11 Oktober 2010

Rudin Hidayat

Satu jam lagi tepat tengah malam, tetapi aku dan Rudin masih dalam perjalanan pulang dari mengantar beberapa anak didikku pulang. Di tengah perjalanan, aku melontarkan pertanyaan pada Rudin,"Apa yang kamu rasakan sejak bergabung dengan kami, Rudin?"

"Maksud Kakak?"
"Perubahan apa yang kau rasakan dari dirimu?"
"Ya, entahlah. Aku merasa lebih baik saja, Kak."
"Apa harapanmu ke depan?"
"Dalam keluargaku, kakakku hanya tamatan SD."
"Lalu?"
"Aku ingin meningkatkan taraf hidup keluargaku."
"Menjadi generasi pemutus kebobrokan?"
"Ya, semacam itu."
"Barangkali esok aku tidak lagi di sini."
"Maksud Kakak apa?"
"Entahlah Rudin, beberapa hari lagi mungkin kita tidak bisa bertegur sapa seperti ini lagi. Tapi simpan spiritmu itu lalu jadilah generasi pengubah. Aku akan kembali untuk menagih kenyataannya darimu."
"Begitu. Lekas kembali secepatnya, Kak."
"Lekas lulus dan segera putuskan tali kemiskinan itu, Rudin. Sekarang tugasmu mengasah pedang pengetahuan setajam mungkin, lalu tebaslah tali kemiskinan yang menjerat hidupmu itu."
"Pasti, Kak. Lalu maukah Kakak menjadi perisaiku?"
"Bukan aku yang akan menjadi perisaimu, tetapi Tuhanmu yang akan membentengimu, Rudin."

Kami tiba di sebuah rumah kontrakan sederhana. Rumah singgah kami. Kami masuk ke dalam, mengucap permisi sebelumnya pada teman-teman yang menunggu kepulanganku. Dan trivial ini kuakhiri sampai di sini.


Cilincing, Agustus 2010

Sabtu, 09 Oktober 2010

Gerak Semu Matahari

"Tarik kata-katamu!" Perintah Sang Kaisar.

"Tidak! Aku mengatakan kebenaran!" Ilmuwan yang saat itu dianggap gila berpegang teguh pada pendiriannya.

"Kuberi kesempatan sekali lagi, tarik kata-katamu! Katakan bahwa kau telah berkata bohong!"

"Tidak! Matahari tidak pernah terbit dari timur dan tidak terbenam dari barat. Matahari tidak mengeliling bumi. Mata manusia tertipu oleh gerak semu matahari. Bumilah yang mengelilingi matahari!"

"Bunuh dia!"

Sang ilmuwan tewas.

***

Bertahun-tahun kemudian, teorinya diakui para pakar ilmu bumi. Matahari memang telah lama menipu kita, menipu mata. Ia berdiam diri dan dianggap bergerak.

Galileo