Minggu, 09 Mei 2010

Dongeng Bulan

Dongeng yang ibu ceritakan biasanya romantis dan indah.
Tapi malam ini berbeda,
buku dongeng yang ibu bacakan tidak setebal buku Seribu Satu Malam,
buku dongeng yang sedang ibu pegang hanya terdiri dari beberapa lembar halaman kertas buram,
sebuah surat kabar yang ibu bawakan seolah sebagai dongeng pengantar tidurku.
Ibu bercerita tentang asap dan debu yang mengepul di jalanan,
tentang panas yang lebih menyengat dari biasanya,
tentang orang-orang berteriak histeris menolak penggusuran.

Cukup Ibu, hentikan..!
Aku tidak mau dongeng seperti itu..!
Kemana Cinderela dan sepatu kaca..?
Kemana dongeng Seribu Satu Malam yang biasa Ibu ceritakan untukku..?
Apakah Ibu sudah kehabisan dongeng..?
Lebih baik ceritakan saja tentang Si Kancil dan Buaya..


Ibu membuka tirai,
ibu menatap bulan,
katanya di bawah sinar bulan itu masih banyak orang-orang yang tidur tanpa bernaung atap.
Ibu ingin aku segera menyadari bahwa hidup tidak selamanya seindah cerita Cinderela dengan sepatu kacanya,
tidak sebahagia kisah Ali Baba dan Seribu Satu Malam,
tidak selucu dongeng Si Kancil dan Buaya.

Ibu bilang bukannya dia ingin aku tidur dengan mimpi buruk,
tapi ibu berharap saat aku bangun tidur nanti akulah yang mengubah kisah dongeng tersebut kelak berakhir dengan indah.


Tidak ada komentar: