Minggu, 09 Mei 2010

'Dan' Untukku Sendiri, 'Dan' Milikku Sendiri

Dan inilah 'dan' untukku sendiri. Aku mohon siapapun, apapun, yang entah manusia, entah apa, dengarkan aku, dengarkan suara hatiku. Jauh langkahku kumundurkan kembali, dan itulah hari di mana aku membawa kalian untuk melihat aku yang tersudut, di sudut Jakarta, di sudut kota, di sudut yang paling sudut.

Aku yang memilih langkahku terbang menuju lahan yang lebih rendah dan bukan lebih tinggi adalah bukannya tanpa alasan. Aku memilih mendaratkan kakiku sejenak di sini, di tempat ini, sejenak untuk memahami apa artinya mendaur ulang hidup agar menjadi hidup yang benar-benar hidup.

Dan tahukah kalian mengenai Anki Genko yang dalam bahasa gampangnya adalah puzzle kubus? Aku mencoba menyusun kubus itu menjadi sewarna seutuhnya, tapi coba lihat! Apa yang terjadi? Kutarik ke kanan, yang kanan jadi sewarna, yang kiri berantakan. Sebaliknya kutarik ke kiri, yang kiri rapi, yang kanan hancur tak karuan. Lalu aku ingat Thomas Alfa Edison, yang berkata,"Think out the box." Yah, berpikirlah keluar dari kotak, temukan dengan berpikir yang tidak terpikir, maka segalanya teratasi.

Aku datang bukan sebagai sang sempurna. Aku datang sebagai pelarat yang paling melarat. Aku datang dari pembebasanku dari jeratan gembong narkobais kelas wahid, yang membelenggu kehidupanku dengan pemikiran bahwa generasi narkobais adalah generasi penuh imaji. Aku hidup sehari dengan dua gram psikotropika, dan kualami sudah mati suri seratus delapan puluh hari.

Lalu aku datang ke sini, ke perkampungan nelayan, bukan untuk membuktikan keeksisanku sebagai manusia, tetapi memulihkan benih-benih generasi berikutnya kelak tidak jatuh seperti aku. Dan akulah bagian jiwa dari punggawa kriminalis kelas atas. Di tangan kiriku mengalir kental darah dan bakat seorang penyadap, perampok, dan pencuri, termasuk pencuri nyawa.

Dan maafkanlah aku bagi buat kalian yang berkecewa atas kenyataan dari masa laluku, tetapi terima kasihku untuk kalian yang tetap tinggal, karena hanya kawan terbaiklah yang tetap tinggal. Bisa apa aku dalam kondisiku? Coba saja terus berkeluh kesah, sampai nafas pun mendesah-desah, lalu hilang itu asa. Aku tidak bicara pada kalian yang Si Ari atau Si Riri, tetapi aku berbicara bagi buatku sendiri, yang seorang diri. Buat apa aku berucap panjang lebar kalau semua mati suri? Lebih baik diam lalu menasehati diri, guna tersadari bahwa hidupku adalah sampah yang harus didaur ulang agar menjadi hidup yang benar-benar hidup.

Mungkin sudah kalian dengar beberapa nama seperti Johanes Gustaf, Dewa Klasik Alexander, Nastasha Abigail, dan beberapa nama lain yang pernah kucantumkan dalam catatan insomnia otak kananku. Mereka adalah kawan-kawan paling menawan, paling hebat sejagat. Aku katakan sedemikian tinggi bukannya tanpa alasan.

Johanes Gustaf yang sudah kenyang merasakan asam garam persahabatan denganku. Tahukah kalian persahabatan tanpa pertengkaran ibarat makanan tanpa bumbu? Hambar! Terima kasih sohibku yang senantiasa hadir dengan segenap motivasi hidup.

Nastasha Abigail, penyiar berjiwa penyair yang amat sangat kukagumi sosoknya sampai tiga perempat mati. Bukan dengan alasan cinta buta atau cinta monyet, tetapi kekaguman akan pribadi yang sangat mengagumkan, La Gioconda, si wanita periang yang senantiasa riang girang gemirang. Ya, dari dirinya-lah beragam kata-kata bijak aku banyak belajar. Good friends stay remain, begitu katanya. Lekas mengudara, Abi! Go get them, Tiger!

Dewa Klasik Alexander, seorang yang tidak mau tahu masa laluku. Tetapi ketahuilah betapa sering aku bertukar pikiran dan bukan hanya sekadar membela, tapi juga mengutarakan gugatan dan tuntutan yang patut ia pertimbangkan demi keeksisan apa yang sudah kita semua buat dalam badan sosial ini. Adalah waktunya kini untuk kita berdiam di rumah-Nya sejenak sambil merajut doa untuk masa depan. Sampai waktu tak lagi membuat hatimu menjadi batu, tidak lagi membuat hatimu menjadi bisu. Kelak tibalah waktu bagimu mengenakan mahkota kepemimpinan dengan jiwa besar yang tidak lain adalah hasil daur ulang jiwamu yang nyaris mati sekarang.

Lalu aku katakan bagi semuanya, kelak tibalah waktuku meninggalkan tempat ini, entah esok, entah nanti. Tetapi percayalah, jika memang terjadi hari seperti itu, dan memang sungguh terjadi, ketahuilah, aku ingin kalian mengingat namaku sebagai hal yang bisa dikenang. Adapun perlu diketahui, aku akan selalu membisikkan kata-kata pengharapan lewat telinga malaikat Surga untuk senantiasa menjaga kalian. Lalu ingatlah selalu kata-kataku,"Kelak jika terjatuh lagilah kamu dengan masa lalu traumatismu itu, temukanlah potongan waktu di mana sendu berhasil menjadi merdu.


-Cilincing, HOME (House Of Mercy), 5 Mei 2010

1 komentar:

Gustaf mengatakan...

Hai Alain, sangat lama tidak berjumpa.