Sabtu, 03 Juli 2010

Everything is Mine

Aku tidak pernah mau peduli apa yang mereka katakan padamu, Ana. Mereka mau bilang kau adalah wanita murahan paling murah sekalipun, aku tidak peduli. Aku tetap cinta kamu. Pernah suatu kali, aku mendengar beberapa lelaki yang kau putuskan dari status sebagai pacarmu, tengah berkumpul, berbisik-bisik satu sama lain. Ternyata mereka sedang membicarakanmu sambil menatapku yang tengah melintas di depan mereka. Mereka hanya iri padaku. Iri pada kecantikanmu, Ana.

Kau masih ingat om-om setengah baya yang kau campakkan karena usahanya di ambang kebangkrutan, Ana? Kalau tidak salah ingat, namanya Om Hardi. Tadi sore aku melihatnya, sambil memegangi perutnya yang buncit itu, dia mencibir aku, Ana. Ia menjelek-jelekkan namamu. Ia tidak terima kau meninggalkannya begitu saja hanya karena usahanya bangkrut. Tapi aku tidak mau ambil pusing mendengarkannya, Ana. Aku terlalu mencintai dirimu.

Aku dan Ana berjalan di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai oleh anak-anak muda. Lalu aku memilih untuk menghabiskan hari ini bersama Ana dengan minum kopi di salah satu cafe yang ada di situ. Dari jendela yang tembus ke parkiran depan, anak muda tampan yang kelihatannya sangat kaya sedang memposisikan BMW-nya, dipandu seorang tukang parkir. Perhatikan, Ana. Berondong di depan kita itu bukan berondong sembarangan. Lekas pikat dia, Ana! Uang tabungan kita sudah hampir habis.

Setelah polesan bedak ditambah lipstik secukupnya sudah kupastikan membuat wajahku kelihatan cantik sempurna, segera aku melangkah keluar dari cafe, menuju ke parkiran mobil. Kuhampiri anak muda tadi.

”Sendirian? Kenalin, Ana.” ujarku sambil menjulurkan tangan, mengumbar senyuman terseksi yang kumiliki.

Tidak ada komentar: