Ponsel pertamaku, isinya penuh cerita tentang hubunganku dengan seorang pria setengah baya yang sebut saja namanya Emir, diambil dari bahasa Arab, yang artinya pangeran. Dialah tuan Emir, pangeran narkotika. Satu kali ponselku berdering, berarti satu tugas yang harus aku lakukan untuk tuan Emir.
Biasanya dia meneleponku untuk meminta bantuanku. Adalah kewajibanku mengantarkan telepon seluler ke tempatnya berada, Lembaga Pemasyarakatan. Sudah puluhan tahun ia mendekam di sana dan dia membutuhkan banyak sekali ponsel. Itu yang aku dengar dari dirinya. Hei, kali ini ia tidak memintaku untuk mengantarkan ponsel. Kali ini ia memintaku mengantarkan sebuah laptop yang sudah diisi aplikasi pembukuan kecil.
Nah, sekarang aku beralih ke ponsel keduaku. Di dalam ponsel yang satu ini berisi setumpuk SMS dan pada daftar panggilannya tertera nama-nama pemesan hasil produksi tuan Emir. Jelas bukan? Aku ditelepon, aku datang, transaksi!
Hei, tapi karena ponsel pertamaku tadi untuk pertama kalinya berdering untuk tugas yang berbeda, maka ponsel keduaku kali ini juga kugunakan untuk hal yang sedikit berbeda. Aku menelepon salah satu nomor telepon toko komputer yang tertera pada kolom iklan di sebuah halaman surat kabar. Lalu kudatangi toko itu untuk membeli satu unit notebook yang diminta tuan Emir. Masalah aplikasi pembukuan, nanti biar kuminta tolong pada temanku saja yang memang mahir di bidang itu. Paling aku harus sedikit berbohong padanya dengan mengatakan itu adalah tugas kuliah.
Semuanya berjalan lancar. Hari-hari seperti itu membuaiku pada alam maya, semu.
Hari ini tahun dua ribu sembilan akan segera berakhir, dan hari ini aku membeli satu lagi ponsel untuk diriku sendiri. Ponsel ketiga. Sebenarnya waktu aku membeli ponsel itu, aku belum tahu mau kugunakan untuk apa nantinya. Sampai hari itu tiba, aku terpikat pada seorang gadis. Tidak perlu kusebutkan siapa namanya, kapan dan di mana aku bertemu dengannya. Pokoknya aku berkenalan dan bertukar nomor telepon dengannya. Kuberi dia nomor ponselku, nomor ponsel ketigaku. Ya, ini dia, baru kutemukan kegunaan dari ponsel ketigaku.
Semakin lama aku mengenalnya, semakin aku menyadari betapa aku telah kehilangan eksistensi hidupku. Aku telah ditelan ketiadaan sejak lima tahun yang lalu tanpa aku menyadarinya.
Aku terus-menerus larut dalam perenunganku itu. Malam itu, kuputuskan mencari angin segar dengan berjalan-jalan sebentar ke sebuah tanah kosong di dekat rumahku. Di sana, kujajarkan ketiga ponsel milikku di atas permukaan tanah. Ada sekitar lima belas menit perjalananku di alam lamun untuk mengakhiri lamunanku malam itu. Seketika aku sadar, kuambil ponsel ketigaku, sementara yang dua lagi, kutinggalkan di sana.
Ketika aku menuliskan semua ini, aku baru ingat, waktu aku meninggalkan dua ponselku malam itu, aku tidak mencabut sim card-nya.
Aku jadi berpikir, bila ada orang lain yang mengambilnya, lalu membaca isi dari kotak pesan di dalamnya, dan mengerti situasinya, apa jadinya?
Apakah orang itu akan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib? Atau ia akan menjadi penggantiku bagi tuan Emir? Hanya iman dan hawa nafsu yang menentukannya.
Ceritaku selesai sampai di sini. Terima kasih kalian telah bersedia membacanya. Bila ada di antara kalian yang menemukan ponsel yang kutinggalkan itu, aku ingin sekali bertanya padamu : ‘sudahkah kau lakukan hal yang semestinya?’
aku
di antara ribuan jemaat
dan jutaan umat
apa namaku?
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYTHrzk-RydBB6GdVTDeXRf5OcLP0gnTZYprA5U7uCnyo4OhQEe5shrd1voJ9uVEVMKq_lbEzt70eufFBy8kHT5jlriK0-zJ6lXgUzEfBGIyxbDXDMAf3JsMVKFoD8MAnRnfF4HAFxvrWI/s320/163719_190929314266263_100000475869117_679241_2475534_a.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar