Minggu, 08 Agustus 2010

Psycho Mantis

Her, kapan kamu pulang? Masih ingat anak kita, Elisa? Dia berulah lagi. Kali ini bukan dengan Rui, si lesbi itu. Kau ingat bulan lalu waktu kita mengusir Rui dari rumah kita, Her? Ya, waktu mereka berciuman di kamar Elisa. Bukankah kau juga yang sangat keras melarang hubungan gila mereka, Her?

Kini kenapa kau malah pergi? Apa kau terlalu tua sebagai laki-laki untuk melawan asap rokok, tar, nikotin, dan embel-embel narkotika? Bodohmu sendiri! Sudah kukatakan berkali-kali, batukmu itu memburuk, Her. Kau selalu saja membantah. Kau bilang ini lah, itu lah. Kini kau lihat sendiri. Kau mati, kan?

Ah, maafkan aku. Aku terlalu emosi tadi, Her. Her, aku takut. Kini Elisa menjalin hubungan dengan Rui lagi, dengan Rui yang berbeda. Aku sendirian. Tidak ada kau sebagai rekanku menyalahkan dia. Her, Rui yang kali ini membuatku gila. Dari mulutnya selalu keluar kata-kata,’I love you.. I love you..’

Her, kulit Rui Cuma seonggok plastik. Bukan daging. Dia boneka! B-O-N-E-K-A. Matanya biru dengan mulut selalu tersenyum seolah menertawakan diriku yang menggila. Elisa selalu memeluknya. Gila! Dia mengatakan Rui itu manusia. Dia yang gila atau aku yang gila, Her? Apa aku sudah tidak bisa membedakan mana manusia dan mana boneka? Baik, akan kubuktikan padamu bahwa aku yang benar. Rui yang ini cuma boneka.

I love you.. I love you..

Her! Lihat! Dia tidak berdarah. Aku menusuknya, Her. Aku menancapkan mata pisau dapur ke lengan, leher, sampai ke bibirnya yang selalu mengeluarkan kata-kata yang membuatku hampir gila.

I love you.. I love you..

Sialan, dia berisik sekali.

I love you.. I love you..

Kurobek mulutnya, Her.

I love you.. I love you..

Kulepas baterainya. Ah, berhenti. Tenang.



Elisa pulang sekolah. Dia melihat Rui berantakan. Tubuhnya terpisah-pisah. Elisa melihat diriku memegang pisau. Her, dia bilang akan lapor polisi. Aku takut. Rui itu benar-benar boneka, kan, Her? Katakan!

Kutarik Elisa. Kutikam. Ia menangkis. Pisau menancap di lengannya. Elisa juga tidak berdarah, Her. Gila! Mana yang benar, Her? Yang mana manusia? Yang mana boneka? Elisa menjerit. Ah, itu dia. Tak lama kemudian dari tangan Elisa, darah merah berenang turun. Akhirnya. Her, anak kita benar-benar manusia. Bukan boneka.

Dia bilang akan melaporkanku. Kutikam lagi. Kali ini mati.

We are monsters
Just remember how to use a love as a weapon
To kill the other
To hurt them
Laugh when they are bleeding


Her, polisi entah dari mana, mereka datang. Tetapi aku ditolak. Dialihkan kepada seorang dokter. Dokter bilang aku harus meminum obat, tidak boleh keluar kamar. Kadang ditambah beberapa suntikan. Obat dan suntikan tidak lantas bisa membuatku tidur. Belaian dokter tampan itu yang membuatku tenang dan bisa tertidur. Aku mencintai dokter itu, Her. Dialah yang selama ini kucari-cari. Kali ini dia manusia. Her, Rui sudah menjadi dokter tomboy yang tampan.

Tidak ada komentar: