Kamis, 18 Agustus 2011

Emoti(c)on

Bee

Jika aku ingat kembali, hari di mana kita baru kali pertama berbincang-bincang secara panjang. Seolah mengabaikan arus waktu yang mendorong matahari untuk terbenam, mengangkat bulan untuk menampang, meski hanya sekedar lewat percakapan imajiner yang membius aku dan kau, membius kita untuk merasakan bagaimana rasanya hidup di dua dunia yang berbeda sama sekali, dunia pagi dan dunia malam.

Dunia di mana antara yang pagi dan yang malam menjadikan kita sebagai manusia yang sama sekali berbeda. Di mana pagi mengharuskan aku tidak mengenalmu, dan malam membiarkan aku mendekatimu. Lewat kata-kata yang entah kau sebut gombal atau rayuan, tetapi dalam hatimu sendiri terasa ada debaran senang akan susunan harmonis kata-kata yang sebenarnya kususun secara acak tanpa maksud dan tujuan.

Dari mulai sekedar bertukar lagu revival sampai memamerkan beragam quotes dari orang-orang terkenal sampai yang tidak terkenal, bahkan hingga mereka yang mencoba untuk terkenal. Kemudian perbincangan imajiner itu berubah. Bermutasi! Berevolusi menjadi sebuah keharusan rutin yang terasa kurang dan janggal bila dihilangkan dari ritual kita melewati malam.

PING!

Aku baru saja pulang, demikian pesan singkat yang kukirim tepat ketika kakiku menginjakkan langkah pertamanya memasuki pintu rumah.

Kau balas dengan mengirimkan sebuah emoticon.

:)

Hari ini, meski ribuan meter fiber optik membentang, aku merasa jarak tidak demikian jauh. Sepertinya teknologi menyulap jarak menjadi tak berjarak. Dekat dan jauh menjadi semakin rancu. Perbedaannya tinggal soal kedekatan hati. Seperti jarak seorang hamba dengan Tuhannya. Seberapa dekat ia? Seberapa jauh ia? Jarak menjadi sesuatu yang gamang, yang relatif. Tergantung bagaimana kedekatan hatinya. Yah, seperti yang kukatakan tadi.

...

PING!

Ponselku bergetar.

Kamu di mana? katamu via imajiner.

Kubalas singkat dengan bubuhan emoticon senyuman di akhir kalimat.

Sebentar lagi sampai rumah :)

...

Bee

Kali nanti, ketika kita tidak lagi bersembunyi di balik rumitnya jaringan fiber optik untuk berkata-kata. Ketika kita tidak terjebak dalam arus bilangan biner yang terkirim lewat sintaks-sintaks informatika untuk berhubungan, saat itu antara aku dan kamu bisa bertatap muka secara langsung dan penuh tanpa harus sembunyi-sembunyi dari pagi. Di mana ketika malam bukan lagi menjadi medium bagi kita untuk berbincang-bincang secara panjang, melainkan menjadi medium dari sebuah penantian kepulangan, yaitu aku menanti kau pulang atau kau menanti aku pulang.

Siapapun yang menanti kelak, aku harap nanti bukan hanya sekedar emoticon yang bisa kita berikan ketika salah satu dari kita masuk dari pintu depan rumah kita seraya berkata,Aku pulang. Aku berharap lebih, Bee. Saat itu aku tidak mengharapkan emoticon seorang Tuan Senyuman. Jika aku menjadi si pulang, aku mengharapkan emotion dari wajahmu yang tersenyum menyambut kepulanganku. Ya, senyuman yang lebih tulus dari milik emoticon si Tuan Senyuman.

PING!

Tidak ada komentar: