Jumat, 03 Desember 2010

Monolog

"Memang seberapa banyak yang kau tahu?" tanyaku.
"Mengenai apa?" jawabnya.
"Tentang diriku." aku membalas.
"Tentu saja banyak."
"Apa yang kau tahu?"
"Kamu tidak lebih dari seorang anak dengan iming-iming terlalu besar."
"Impian?"
"Imajinasi tepatnya. Atau boleh juga kau sebut fantasi."
"Sinting! Apa maksudmu?"
"Bukankah kau sendiri merasakannya? Sudahlah, jangan bohongi aku! Selama ini, seumur hidupmu aku selalu menyertaimu, selalu mendampingimu, bukan? Mana mungkin aku salah menilai isi hatimu?"
"Brengsek."
"Benar kan? Kau terlalu bosan dengan duniamu, lalu kau menciptakan sendiri duniamu? Kau tersesat dalam utopia milikmu sendiri. Utopiamu terlalu panjang dan tinggi sehingga kau sendiri tidak tahu harus menempuh ke arah mana untuk mencapainya."

Aku diam. Tertunduk.

Kutatap lagi wajahnya. Tidak ada ekspresi. Baru kemudian dia menggeram, seperti aku yang juga menggeram. Kukepalkan tinju, kuhajar dia.

Pecah.

Dia hancur berkeping-keping, sementara tanganku berdarah.

Tidak ada komentar: