Jumat, 24 Desember 2010

Ingatan

Bocah itu memanggilku terus-menerus. Aku bisa mengetahuinya hanya dari gerakan bibirnya yang melantunkan namaku walau suaranya tidak terdengar sampai ke telingaku. Aku seperti mengenal bocah itu. Tetapi aku yang saat itu masih anak-anak terlalu asyik dengan permainanku sendiri untuk mendengarkan panggilan seorang bocah lain yang kelihatan sama sekali tidak seru.

Esok paginya ketika waktu mengubahku menjadi seorang remaja, aku mendapati seorang anak muda memanggil-manggilku di depan jendela kamarku. Menjerit-jeritkan sesuatu. Aneh, aku tidak bisa mendengar suaranya, padahal ia hanya satu langkah di depan jendela kamarku. Aku benar-benar merasa mengenal anak muda ini. Tetapi waktuku terlalu sayang bila kugunakan untuk mencari tahu seluk-beluk anak muda yang tidak jelas itu. Pacarku sudah meneleponku berkali-kali untuk jadwal kencan hari ini. Aku menyebutnya 'sibuk'.

Bertahun-tahun kemudian aku menantikan bocah dan anak muda itu lagi. Kali ini akan kutangkap basah dia, lalu kuinterogasi sedalam yang mungkin, begitu pikirku. Hari demi hari aku menantikan kedatangan mereka, tetapi mereka tidak kunjung datang menemuiku lagi.

Sampai ketika aku sedang merasakan nikmatnya hidup bersama teman-teman bernama malam, kali ini seorang lelaki datang. Ia memanggil-manggilku, memintaku keluar sebentar. Sayang, alunan musik di ruangan itu terlalu hingar-bingar dan berat untuk aku tinggalkan. Aku malas menghampirinya walau dalam pikiranku aku begitu penasaran siapa dia. Wajahnya sangat familiar.

Hari ini, setelah tidak lagi pernah orang-orang aneh itu datang menemuiku, memanggil-manggil namaku, aku menyadari bahwa mereka adalah aku yang dari berbagai masa. Datang secara khusus untuk memperingatkanku bahwa waktu bukan untuk dimainkan, bukan untuk dinikmati. Waktu terlalu kejam untuk dimintai tolong. Ia terlalu angkuh untuk mengulurkan bantuan. Ia hanya akan menyelipkan keajaiban bernama 'kesempatan' dalam sela-sela tidak terduganya, dan mau tidak mau saat itu kita harus siap atau akan kehilangan peluang selamanya. Itulah waktu. Sekali dicoba untuk menghentikannya, detak jantungmu justru terhenti dan neraka siap menampungmu. Waktu tidak bisa dihentikan barang sedetik saja, dia seperti dewa maha kejam yang menghukum manusia-manusia yang tidak menghargainya.

Mereka yang mencoba menghentikan waktu barangkali terlalu putus asa sehingga memilih menghentikan denyut jantung mereka sendiri.

Aku ingin mengatakan dua hal sederhana kepada kalian. 'Maaf', untuk hal-hal yang tak sanggup aku jelaskan, karena aku tidak selalu tumbuh dari kebaikan tetapi juga dari dosa. 'Terima kasih', untuk semua yang tak terkatakan, sekalipun seringkali aku tidak mengerti pikiran kalian, tetapi isi hati kalian tidak akan pernah mengecewakanku.

Bila aku mengingat-ingat, belakangan ini perasaanku sungguh tidak melegakan. Kepalaku terasa sakit ketika aku menuliskan beberapa percakapan-percakapan imajiner kita selama ini. Barangkali karena aku memasukkan kesadaran sebagian masa laluku di dalamnya, sehingga aku merasa bertualang di dalam ruang waktu milik Doraemon, kemudian terjebak di dalamnya.

Aku senang ketika aku berbagi dengan kalian, dan kalian? Apakah kalian senang membaca percakapan-percakapan imajinerku selama ini, atau justru bosan? Entahlah, aku tidak tahu pasti. Kita memang terpisah jarak dan waktu. Aku menuliskannya hari ini, kalian membacanya esok atau nanti, atau bahkan tidak membacanya sama sekali.

Aku hidup di masa kini yang sekarang, tetapi aku merasa kehadiranku absen dari kehidupan.

'Terima kasih' karena kalian telah menjadi tempat penampungan luapan imajinerku yang bukan-bukan, yang barangkali bila kubaca lagi setahun ke depan tulisan ini, akan terlihat seperti kata-kata cengeng yang konyol. Muluk-muluk.

Tidak ada komentar: